Ketika Imam asy-Syafi‘e Radhiallahu anhu berada di Masjidil Haram, beliau terlihat seorang pemuda yang bernama Usquf yang dulunya beragama Nasrani sedang tawaf di Ka’abah.
Imam asy-Syafie menghampirinya dan ingin tahu mengapa dia meninggalkan agama yang dianutinya daripada nenek moyangnya itu.
Pemuda itupun menceritakan peristiwa aneh yang dilaluinya sehingga menyebabkan dia memeluk Islam.
Saat saya sedang belayar menumpang sebuah kapal, tiba-tiba di tengah lautan yang luas datang angin ribut yang sangat kencang dengan gelombang tinggi menggunung memukul kapal itu sehingga tenggelam. Semua penumpang kapal tersebut turut tenggelam bersama harta benda dan barang dagangan yang dibawa, kecuali saya seorang sahaja yang dapat menyelamatkan diri dengan berpegang kepada sekeping papan serpihan daripada kapal itu.
Saya terdampar di tepi pantai sebuah pulau di tengah-tengah lautan setelah mengharungi ombak badai beberapa hari. Saya gagahi diri berjalan mencari-cari kalau ada orang yang tinggal di pulau itu. Namun ternyata pulau itu sepi sekali, tidak berpenghuni, walaupun tanahnya sangat subur, penuh dengan tumbuh-tumbuhan serta buah-buahan.
Apabila malam saya merasa takut kalau-kalau ada binatang buas yang berkeliaran mungkin akan mengganggu saya. Akhirnya saya mengambil keputusan memanjat sebatang pokok yang sangat tinggi dan mengikatkan diri di sebuah cabang yang kuat sehingga saya tidur di situ.”
Cerita Pemuda itu lagi: “Di tengah malam, saya terkejut daripada tidur apabila mendengar suara tasbih dari arah lautan. Saya melihat ke kiri dan ke kanan mencari suara itu. Alangkah terkejutnya saya apabila mendapati suara itu datangnya daripada seekor binatang ganjil yang kelihatan di bawah sinaran bulan. Binatang itu dengan jelas mengucap:
Ertinya: ‘Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Pengampun. Muhammad itu adalah Pesuruh Allah dan menjadi Nabi yang terpilih. Abu Bakar itu temannya di gua. Umar adalah kunci penaklukan negeri dan kota. Usman pula orang yang terbunuh di dalam rumahnya. Ali adalah pedang Allah untuk menumpas kaum kafir, maka siapa yang membenci mereka nerakalah tempatnya.”
Kalimat-kalimat yang di atas itu diulanginya beratus kali hingga tidak terkira, sehinggalah masuk waktu fajar. Tatkala binatang itu bergerak meninggalkan permukaan laut menuju ke darat diucapkannya tasbih yang lain pula:
Ertinya: “Tiada tuhan selain Allah Yang Maha Memiliki Lagi Maha Mulia. Muhammad itu adalah utusanNya yang membawa petunjuk yang benar. Abu Bakar adalah sahabatnya yang menyandang pangkat kebenaran. Umar adalah benteng dan besi yang kukuh. Usman adalah sahabatnya yang terbunuh dan yang menjadi syahid. Ali bin Abu Thalib adalah pemilik kekuatan yang keras, bagi pembenci mereka adalah laknat Allah, Tuhan Yang Maha Mulia.”
“Selama saya hidup inilah pertama kali kata-kata ini saya dengar. Saya sangat terpegun dengan zikir dan tasbih yang diucapkan oleh makhluk itu sehingga membuat saya berfikir sejenak agama yang saya anuti selama ini.”
Bila binatang itu naik ke darat ternyata ia memiliki mulut seperti burung Na’amah (bangau berkepala panjang), tetapi kepalanya manusia, berkaki binatang dan berekor ikan.
“Melihat sifatnya yang sungguh pelik itu, saya ketakutan dan gementarlah seluruh tubuh saya. Rupa-rupanya binatang ini tahu saya sedang memerhatikannya lalu dia melihat kepada saya, lalu dia menyuruh saya turun.”
“Turun!” Kata makhluk itu dengan suara yang agak kasar.
“Rupanya dia boleh berkata-kata seperti manusia.” Bentak hati saya. Saya takut dan enggan turun.
“Turun! Jangan takut!’ Perintahnya sekali lagi. Kali ini suara itu agak perlahan.
Saya pun turun dengan hati yang penuh takut dan bimbang. Badan saya gementar, lalu dia bertanya kepada saya:
“Wahai manusia! Apakah agamamu?”
“Nasrani,” jawab saya yang masih dalam ketakutan.
“Sebenarnya agama itu sudah ditolak dan tidak berguna lagi,” ujarnya.
“Kembalilah engkau kepada agama yang benar!” Dia menasihatiku.
“Agama yang benar itu apa?” Tanya saya memberanikan diri.
“Agama Islam,” jawabnya.
Dia kemudian menoleh kepada saya lagi, seraya berkata:
“Tahukah engkau di mana engkau berada sekarang?”
“Tidak,” jawab saya ringkas.
“Kau berada di negeri jin mukmin, tiada yang selamat daripada gangguan mereka, kecuali orang-orang Islam saja,” dia memberitahu.
“Mendengar kata-kata makhluk itu, saya menjadi ketakutan yang amat sangat kerana saya bukan orang Islam. Mungkin dia akan mengapa-apakan diri saya. Oleh sebab sebelum ini pun saya sudah tertarik dengan kata-kata makhluk itu, maka saya tidak ragu-ragu lagi ingin memeluk agama Islam.”
“Kalau begitu saya mahu memeluk agama Islam, tapi bagaimana caranya?” Tanya saya kepadanya.
Kata makhluk itu: “Ucaplah
Ertinya: “Saya bersaksi bahawa tiada tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Alah”
Makhluk itu menasihati saya lagi: “Wahai orang muda, bertakwalah kepada Allah, jagalah aqidahmu baik-baik supaya jangan terpesong. Sempurnakanlah keimananmu dengan mengakui sahabat Nabi yang empat iaitu: Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali Radhiallahu anhum.”
“Terima kasih,” kata saya kepada makhluk itu.
“Adakah engkau ingin tinggal di sini atau pulang saja ke negerimu?” Tanya lembaga itu pula.
“Ingin pulang ke negeri saya,” jawab saya gembira.
“Baiklah, sebentar lagi ada kapal yang akan lalu di sini, tunggulah,” kata makhluk itu.
Saya menjadi hairan bagaimana lembaga itu tahu, ada kapal yang akan lalu di situ.
Setelah segalanya selesai, binatang itu pun masuk semula ke dalam laut dengan cepat seperti kilat sehingga tidak kelihatan lagi. Tinggallah saya keseorangan duduk termangu-mangu sendirian dengan hati yang penuh harapan.
Tidak berapa lama selepas itu nampaklah dari jauh sebuah kapal melalui pulau tempat saya menunggu itu. Setelah melihat lambaian saya, dengan izin Allah kapal itu datang menyelamatkan saya.
Rupa-rupanya di dalam kapal tersebut ada seramai dua belas orang penumpang yang beragama Nasrani. Sebaik saja saya selesai menceritakan kepada mereka peristiwa yang menimpa saya, tiba-tiba mereka juga redha ingin memeluk agama Islam. Maha Suci Allah.
Saya merasa binatang itu telah membawa berkat yang sangat besar kepada diri saya, sebab keislaman saya berlaku dengan perantaraannya. Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada sesiapa yang dikehendakiNya jua apabila dua belas orang pemuda Nasrani di dalam kapal tersebut memeluk agama Islam dengan perantaraan saya.
Demikianlah cerita bekas orang Nasrani itu kepada Imam asy-Syafi’e mengenai keislamannya.
“Alhamdulillah, engkau telah menyaksikan sendiri akan kebenaran Islam itu, semoga engkau mendapat petunjuk dan keberkatan daripada Allah Subhanahu wata’ala,” kata Imam asy-Syafi’e kepada Usquf.
“Terima kasih, semoga Allah berkenan mematikan diri saya dengan iman dan takwa serta tetap berpijak pada agamaNya yang mulia ini,” jawab Usquf pula.
والله اعلم
*Dipetik daripada kitab Mukhtashar Raudhur-Raiyahin karangan al’Allamah al-Yafi’iy.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan